Senin, 23 Januari 2012

Balada si Buruk Rupa


Balada si Buruk Rupa

Dua bulan yang lalu, dua pembantu di rumah kakak saya resign. Setelah mencari ke sana-kemari, akhirnya kakak saya mendapatkan kembali dua orang pembantu. Satu, sekitar 20 tahunan. Yang satu lagi, sekitar 40 tahunan. Dua-duanya perempuan. Bukan tentang yang 20 tahunan kita akan sharing, tapi soal yang berumur 40 tahunan ini.

Sejak pertama kali datang, yang dia sampaikan pada kakak saya adalah curhatan bahwa wajahnya “rusak” sebagai ekses dari uji coba seenak udel pada produk-produk kecantikan. Atau bahasa sederhananya: korban iklan. Pada saat mendengar itu, saya menduga bahwa Mawar kita yang satu ini mengalami devaluasi diri, penurunan nilai diri, kepercayaan diri, karena merasa tidak cantik, sehingga orang-orang, menurut dia, pasti tidak akan suka pada dia.

Benar saja. Selain selalu berusaha mengesankan diri—yang merupakan ciri dari orang yang tidak percaya diri—di hadapan kami, ia juga selalu menunduk menyembunyikan wajah. Kadang-kadang sampai menggunakan kerudung untuk menutupi pipinya. Padahal, kami tidak mempermasalahkan soal jerawat, komeda, dan kawan-kawannya itu, karena toh kecantikan bukan semata menyoal itu.

Tapi di sinilah letak hukum alam, sunnatullah, gaya tarik menarik. Law of attraction-nya Rhonda Byrne. Perhatikan:

1. Dia MERASA jelek, merasa buruk rupa. “JELEK” dan “MERASA JELEK” itu berbeda. Orang yang “JELEK” jika merasa yakin pada dirinya sendiri, merasa percaya pada dirinya sendiri, mensyukuri apa yang dimiliki, pasti akan terlihat “CAKEP”, “TAMPAN”, “CANTIK”. Tapi jika “MERASA JELEK”, walaupun “CAKEP-CANTIK-TAMPAN” kalau tetap merasa “JELEK” ya kelihatan “JELEK”. Nah, yang gawat adalah kalau sudah mah “JELEK” “MERASA JELEK” lagi.
2. Kemerasa jelekan ini membuat dia TAKUT kalau-kalau orang lain akan mencibirnya, menjauhinya, menertawakannya. Ke-TAKUT-an ini membuat dia CURIGA orang lain memang mencibir, menjauhi, menertawakannya. Lama-lama ke-CURIGA-an ini membikin dia meyakinkan diri bahwa sikap orang lain itu memang dalam rangka mencibir, menjauhi, menertawakannya.
3. Akibatnya, dia MERASA semakin RENDAH DIRI. Semakin “MERASA JELEK”. Jika sudah akut begini, apapun yang diyakinkan oleh orang lain, dia biasanya sulit menerima, dan kadang merasa orang lain MENGASIHANInya. Jika tidak bikin dia SAKIT HATI bisa juga membikin MARAH.
4. Di sisi lain, KETAKUTANNYA bahwa orang lain mencibirnya, menjauhinya, menertawakannya, secara alamiah (law of attraction) akan semakin ‘membuat’ orang lain memang terdorong untuk mencibirnya, menjauhinya, dan menertawakannya.
Pada hari ketika dia memutuskan berhenti bekerja, dia menangis sejak pagi. Dari alasan yang dia ceritakan dan yang selama ini kami alami, jelaslah bagi saya bahwa dia terjebak dalam devaluasi diri yang dia alami.

Memang bukan salah dia sepenuhnya. Pertama, seperti halnya banyak perempuan lain, dia terjebak dalam kampanye cantik versi iklan produk kecantikan. Kedua, karena tidak mendapat bekal pendidikan yang cukup, ia kekurangan filter untuk mengolah informasi dalam iklan sehingga malah berbalik menjadi penyebab kerendahdirian. Ketiga, faktor kedewasaan dan penerimaan diri yang kurang. Kira-kira begitu. Terima kasih. Salam.

Irfan L. Sar
@IrfanLSar

(Kawan-kawan yang mau curhat atau share soal apapun sila kirim email ke kcurhat@rocketmail.com atau nge-wall ke Fans Page Facebook "Kotak Curhat". Rahasia terjamin)