Rabu, 06 Juli 2011

Doa Saya Hanya Ingin Bahagia, Tapi Allah Malah Memberi Saya Lebih Banyak Air Mata

Tuhan berjanji bahwa jika kita berdoa, Dia pasti mengkabulkan. Tapi doa yang bagaimana? Mari kita lihat:

Pertama-tama, mari kita sadari bahwa ketika kita berdoa ingin bahagia, sebetulnya hati kita lebih takut untuk sedih, lebih takut untuk terluka. Akibatnya, yang ‘bergerak’ dengan kekuatan yang lebih hebat bukanlah doa yang kita ucapkan dan pikirkan, melainkan ‘ketakutan’ dalam hati yang kita rasakan. Itulah kenapa ketika kita berdoa ingin juara 1, kita malah kalah sejak babak awal.

Karena itu, berdoa harus diiringi perasaan tulus ikhlas, tawakkal, mangga teh teuing. Kecemasan dan ketegangan, bahwa doa kita jangan-jangan tidak akan dikabulkan, hanya akan membuat kecemasan dan ketegangan itu menjadi kenyataan. Karena itu, kakak saya dulu berkata, “Berdoa itu seperti ini saja, Fan: Ya Allah, aku sudah belajar dan menghafal dengan serius. Kini aku serahkan pada-Mu. Aku berharap bisa mendapat rengking 1, tapi Kau lebih Tahu apa yang Baik untukku. Tapi semoga ya Allah, apa yang baik menurutku, juga baik menurut-Mu. Amiin.”

Emha Ainun Najib, cendekiawan Muslim asal Jogja itu menawarkan sebuah persepsi baru. Doa, yang dalam pemahaman sederhana berarti meminta, memohon, dia tawarkan sebagai sebuah bentuk penyapaan. Memang, salah satu padanan kata dari doa—dawa’a—berarti menyapa. Jadi, ketika kita berdoa, ujarnya, anggaplah kita sedang menyapa Tuhan, dengan demikian Tuhan pun akan balas menyapa kita. Bukankah menyapa berarti ‘memberi sapaan’ sedangkan Allah berjanji bahwa yang memberi ‘satu’ akan dibalas ‘sepuluh kali lipat’?

Senada dengan persepsi ini, Erbe Sentanu berkata bahwa ketika kita berdoa, kondisikanlah hati kita seolah segalanya sudah terjadi. Jika kita ingin bisa masuk UNPAD, kondisikanlah hati kita seolah kita sudah berada di sana, seolah apa yang kita ‘minta’ sudah dikabulkan. Dengan perasaan semacam itu, kita akan menjadi lebih tenang dan yakin (bahwa segalanya akan terwujud) sehingga peluang keterwujudannya pun semakin besar.

Ini sejalan dengan hadist Nabi, bahwa doa-doa akan didengarkan, kecuali doa dari hati yang lalai. Hati yang lalai adalah hati yang tidak khusyu ketika berdoa, atau hati yang justru ‘meminta’ kebalikan dari apa yang kita ucapkan. Contohnya seperti tadi, mulut berkata ingin kaya, tapi hati sangat takut jatuh miskin. Maka, tak heran jika yang kedua yang terjadi.

Atau jika tidak, ketidakdikobulan doa, bisa jadi karena: kita tidak memahami cara berdoa yang baik (misalkan tidak diawali dengan bismillah dan hamdallah dan syahadatain dan shalawat) atau karena terhalang dosa-dosa kita (dan dengan demikianlah Allah menyayangi hamba-hamba-Nya). Memang kadang kita bertanya, “Si Anu melakukan dosa lebih besar daripada saya, tapi kenapa doanya dikabulkan?” Sekarang, anggap jika Si Anu memang melakukan dosa lebih besar daripada kita, walau belum tentu benar. Tapi anggap saja seperti itu, tapi kenapa doanya dikabulkan? Usahanya sukses? Karena Tuhan kadang membiarkan orang-orang yang (akibat ketidakmauannya bertobat) telah disesatkan-Nya untuk lebih sesat lewat kesuksesannya itu. Hal ini yang dinamakan istidraj.

Namun begitu, terkadang pengkabulan Allah terhadap doa-doa kita memang unik. Seperti halnya Mawar kita yang satu ini, yang ingin bahagia. Bukankah seseorang bisa (memaknai) arti bahagia setelah merasakan ‘kedukaan’? Bukankah jika seseorang ingin menjadi tentara yang hebat, dia harus dilatih dalam medan dan latihan yang menguras tenaga secara fisik dan mental? Bukankah untuk menjadi pandai kita harus melewati serangkaian proses belajar yang tidak mengenakkan dan ujian-ujian? Bisa jadi air mata, kekesalan dan kedukaan yang menimpa kita, selepas doa kita hanya untuk bahagia, adalah cara Tuhan membuka mata hati kita, sehingga kita bisa lebih mensyukuri dan merasakan kehadiran-Nya dalam hati kita. Kebahagiaan bukankah sesuatu yang terjadi atau menimpa kita. Kebahagiaan adalah bagaimana kita menyikapi segala sesuatu dengan penuh rasa syukur dan ikhlas.

Apa yang kita pikir ‘nasib buruk’ hari ini, bisa jadi adalah pintu yang disediakan Tuhan untuk ‘nasib baik’ esok hari. Tetaplah berprasangka baik pada Tuhan, karena rahmat-Nya melampaui segala sesuatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar