Minggu, 18 September 2011

SWOT Gitu Lho! (Bag. 2) #Weakness


Sekarang, mari kita sedikit kritis. Apa saja sifat, watak, sikap kamu yang kamu rasa menjadi kekuranganmu?

Apakah kamu termasuk seorang yang pandai tapi malas? Ataukah seorang yang hebat tapi suka menunda? Apakah kamu seorang yang mudah marah, ataukah justru pribadi yang sering mengeluh? Bagaimana dengan kesempatan yang datang—apakah kamu termasuk orang yang bilang, “Ya, saya pikir saya bisa!” Kendati kamu masih ragu mengenai itu? Ataukah kamu termasuk orang yang bilang, “Ah saya tidak bisa, tidak pantas, biar orang lain saja....”

Apakah kamu termasuk seorang yang pandai menerima kritik ataukah fasih mencibir orang? Ataukah kamu seorang yang selalu mau belajar dan bukannya seorang yang mudah puas? Bagaimana ketika ada halangan atau rintangan, apakah kamu akan menyiasatinya ataukah mundur?

Sekarang, katakan pada saya, apakah kamu sudah tahu akan menjadi seperti apa satu tahun ke depan? Dua tahun kemudian? Besok lusa? Ataukah mungkin kamu bisa katakan pada saya, bahwa kamu lebih menyukai menyimpan dendam ketimbang duduk tenang menyelesaikan masalah?

Weakness adalah segala macam hal-hal yang mendorongmu untuk menjadi yang “kurang” atau “standar”. Apakah dirimu masih akrab dengan kata “kurang beruntung” “kurang pandai” “kurang cepat” “kurang sigap” “kurang fokus” “kurang ngotot”? Atau barangkali dirimu itu masih akrab dengan kata “yah standarlah” “biasa-biasa saja” “sama saja” “nggak bagus” “imitasi” “emas sepuhan”.

Jika kamu masih akrab dengan kata “kurang” dan “standar” itu artinya ada sesuatu yang mesti kamu perbaiki. Jika kurang bersyukur berarti tingkatkanlah saldo syukur kamu setiap waktu. Jika tabungan amalnya masih standar, perbanyaklah ibadah biar ‘bunga’ dari ibadahnya berlipat ganda.

Kemampuan kita mengenali kelebihan mendorong kita untuk memanfaatkannya! Sedangkan kemampuan kita mengenali kekurangan diri sendiri mendorong kita memperbaikinya.

Kemudian, kemampuan kita mengenali kelebihan dan kekurangan diri kita sendiri akan mendorong kita untuk menyiasati keduanya agar menjadikan kita pribadi unggul, satu diantara seribu, ahsani takwim, insan kamil, sebaik-baik manusia.

Jika sudah begitu, kamu bisa melihat lebih jelas cita-cita yang “sesuai” dengan diri kamu. Dan, kemudian, yang kita perlukan adalah melihat dua faktor eksternal—opportunity dan threat. Pada posting berikutnya yaa.... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar