Senin, 20 Juni 2011

Kang Irfan, Menurut Ramalan Saya Tidak Akan Berjodoh dengan Pacar Saya. Bagaimana ini?

Dua orang yang curhat kepada saya mengenai masalah ini. Mawar I, dia berkata telah diramal oleh dua orang sekaligus, pertama tukang sol sepatu misterius, dan kedua sahabat neneknya yang sedikit berlabel paranormal. Sedangkan Mawar 2, yang cenderung mudah terpengaruh, merasa kesal, saat seorang lelaki dewasa, sahabat keluarganya, berkata bahwa jika dia menikah dengan pacarnya yang sekarang, dia akan hidup melarat.

Jawaban saya sederhana, (1) ramalan itu bisa disebut prediksi. Dalam beberapa hal ramalan atau dalam bahasa Inggrisnya “Forecasting” memang biasa dilakukan dalam rangka mengantisipasi keserbamungkinan di masa yang akan datang. Perusahaan-perusahaan juga melakukan yang demikian. Dalam taraf kecil, kita juga melakukan. Misalkan, awan mendung, kemudian kita memprediksi bahwa hujan akan turun, dengan demikian kita pergi bekerja membawa payung. Jadi prediksi adalah praduga kita mengenai kemungkinan di masa depan berdasarkan fakta-fakta yang terjadi hari ini. Tapi catat: segalanya belum tentu seratus persen benar, oke?

Nah, kedua, ramalan hanya akan menjadi kenyataan bila kita memilih untuk mempercayainya. Adalah bagus sekaligus menarik pemaparan Deddy Corbuzier dalam bukunya Mantra mengenai pembahasan ramalan seperti ini. Dia bilang, seseorang yang diramalkan akan berjodoh dengan bule, pada akhirnya melalui pilihan-pilihan (baik yang sadar maupun a-sadar) akan cenderung berusaha untuk mewujudkan ramalan tersebut. Jadi ketika dia “percaya” bahwa jodohnya adalah orang bule, maka dia hanya akan “melihat” orang bule dan bukannya produk lokal sebagai incaran jodohnya. Begitulah, maka kemungkinan menjadi kenyataan menjadi besar. Bukan karena ketepatan ramalannya, melainkan karena keyakinan si orang tersebut bahwa jodohnya memang seorang bule. Ini yang harus diperhatikan, oke?

Ketiga, apa yang bisa kita ambil dari kejadian ini? Setidak-tidaknya sebuah hal mendasar mengenai moral: jangan berlebihan dalam menjalin hubungan percintaan itu, karena belum tentu dia memang yang terbaik. Batasan-batasan yang ditetapkan—entah oleh agama maupun norma—memang ditujukan agar tercipta kedamaian dalam diri kita semua. Laki-laki pandai menjanjikan pernikahan, jadi sebelum itu benar-benar terwujud, jangan seratus persen percaya, jangan lantas menyerahkan segala-galanya.

Mawar: tapi bagaimana kalau ternyata benar?

Saya: Setidak-tidaknya begini sajalah, imbangi dengan doa: ya Allah, Engkau Maha Mengetahui mengenai ramalan itu. Sepenuhnya aku berserah. Jika dia memang yang terbaik buatku, aku bersyukur. Tapi jika bukan, lapangkan dan terangkan hatiku agar bisa menerima keputusan-Mu. Karena yang baik menurut-Mu, baik pula menurutku. Dan begitu juga sebaliknya. Namun demikian, jika aku boleh sedikit berharap, tentu akan membahagiakan jika siapa yang terbaik menurut-Mu, adalah yang terbaik pula menurut-Ku. Amien.

Begitulah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar