Jumat, 10 Juni 2011

Kang Irfan, Setelah Menikah Saya Jadi Punya Banyak Hutang.

Dear Ujang,

Memang pernikahan bukanlah semata mengenai menyatukan dua sejoli. Tapi lebih dari itu, juga menyatukan dua kepribadian, dua dunia, dua karakter, dua kebiasaan, persamaan dan perbedaan. Bahkan, jika dirunut lebih jauh juga menyangkut perbedaan karakter keluarga, karakter masyarakat tempat tinggal, dan seterusnya. Dari semua masalah yang biasa terjadi dalam pernikahan, masalah yang dimulai dari makhluk bernama UANG, memang tidak kalah memusingkan.

Buktinya, banyak orang yang bercerai karena masalah ekonomi. Entah karena lupa diri gara-gara kebanyakan uang ataupun tak kuat sabar karena keserbakurangan uang. Karena itu, penting untuk mengkomunikasikan masalah uang dengan baik antara pasangan suami istri. Keterbukaan dan kejujuran serta kerjasama pengelolaan uang memang mutlak diperlukan.

Pada kasus Kang Ujang yang satu ini, dia menggunakan seluruh penghasilannya untuk membiayai keluarga, sedangkan penghasilan istri tidak disentuh sama sekali. Selain itu, pengelolaan uang juga tidak menggunakan prinsip pengelolaan uang yang sehat, sehingga wajar apabila Kang Ujang sampai harus gali lubang dan kesulitan menutupnya.

Beberapa saran yang bisa disampaikan adalah:
1. Komunikasikan dengan istri, bagaimana sebaiknya pengelolaan uang bersama. Sehingga tidak timbul perselisihan gara-gara penghasilan suami yang dipakai habis, sedangkan penghasilan istri tidak bisa disentuh sama sekali. Kesepakatan dari poin ini bisa sangat mempengaruhi. Entah apakah kesepakatan itu berupa (1) penghasilan suami saja yang digunakan dan penghasilan istri tidak boleh, (2) penghasilan bersama dikelola bersama secara terbuka, ataukah (3) penghasilan istri saja yang dipakai dan yang suami tidak boleh, yang penting kesepakatan itu harus dirasa adil oleh kedua belah pihak (win win solution).

2. Kelolalah uang dalam rumah tangga dengan menggunakan prinsip keuangan yang sehat. Normalnya, hanya 80% saja dari total penghasilan yang 'boleh' digunakan untuk keperluan sehari-hari dan cicilan-cicilan. Sisa 20% ditabung atau diinvestasikan sesuai kebutuhan. Kamu bisa menggunakan jasa perencana keuangan jika kamu merasa tidak mampu mengaturnya sendirian. Atau bisa juga dengan membeli buku-buku perencanaan keuangan (saat ini banyak yang beredar dengan menggunakan bahasa populer sehingga mudah dimengerti), atau bisa cek di beberapa website seperti: www.perencanakeuangan.com atau www.danareksaonline.com atau keuangankeluarga.blogspot.com.

3. Kamu harus cerdas memilih kebutuhan dan keperluan hidup. Karena kebutuhan itu terbagi ke dalam empat jenis:
(1) Penting dan Mendesak seperti kebutuhan makan dan minum
(2) Tidak Penting tapi Mendesak seperti membeli boneka  untuk kado ulang tahun.
(3) Penting dan Tidak Mendesak seperti kebutahan dana pendidikan anak.
(4) Tidak Penting Tidak Mendesak seperti ganti motor.

Lebih jelas bisa tengok di http://books.google.co.id/books?id=Gu290Clg6G8C&pg=PA12&lpg=PA12&dq=kebutuhan+tidak+penting+mendesak&source=bl&ots=09U0_nC7J7&sig=W_u_dCoQOW3tHYMnIyZiKRh24oM&hl=id&ei=aizyTeurF4j4rQeDrZX6Bw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CDsQ6AEwBg#v=onepage&q=kebutuhan%20tidak%20penting%20mendesak&f=false

Nah, bagaimana menurut kamu? :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar