Kamis, 22 Desember 2011

Dalam Luka (1)

“Semua luka bisa sembuh, tapi tidak semua luka bisa hilang,” tulis Fahd Djibran suatu kali dalam akun facebooknya.

Benar. Mawar yang ini adalah teman seangkatan sewaktu SMA. Bersahabat karib dengan 4 perempuan lain yang juga sahabat saya. Baru saja putus dengan pacarnya padahal hanya hitungan hari ke pertunangan. Apalagi, 3 sahabatnya sudah menikah. Dua sudah hamil. Otomatis, dia merasa tertekan. Bukan hanya karena merasa dicampakkan, tapi juga karena merasa iri—secara tidak sadar—pada teman-temannya yang kisah cintanya happy ending.

Chatting via Blackberry massanger. Pada saya menanyakan menyoal istikharah. Saya jelaskan bahwa ada beberapa metode istikharah, mulai dari yang afdhal, yang menggunakan media yaasin, sampai yang tidak melalui mimpi tapi kurang afdhal. Namun demikian, saya menyarankan begini: shalat hajat saja.

Pada shalat hajat itu, kita minta ditunjukkan sama Allah, bukan hanya mengenai “siapa” tapi juga mengenai jalannya. Jika dia memang yang terbaik, semoga dilapangkan dan diberkahkan jalannya. Jika memang bukan, semoga hati kamu dilapangkan dan diikhlaskan sehingga bisa menerima dengan “mudah”. InsyaAllah, nantinya Allah akan membikin mudah. Mengingatkan kamu untuk syukur ketika bahagia, tapi juga merekatkan dan memeluk hati kamu ketika kamu merasa terluka.

Walaupun jodoh memang di tangan Allah, tapi pilihan hati kita ikut dipertimbangkan kok. Makanya, ajukanlah pilihan hati itu melalui shalat hajat. Jika memang bukan yang terbaik dan bisa dibaikkan agar bisa saling membaikkan kehidupan, maka baikkanlah. Tapi jika memang bukan yang terbaik dan tidak akan bisa saling membaikkan melalui Pengetahuan Allah yang Maha Luas, maka perkenankan dan tentramkan hati untuk menerima. Dan jika memang pilihan kita sesuai dengan apa yang terbaik menurut Allah, semoga pernikhannya membawa keberkahan bagi semesta alam. Sebab dua hati baik yang terikat melantunkan doa dan ucap syukur. Membawa aura positif.

Dan bagaimana soal calon? Bagaimana kalau saya “trauma”? Ingatlah, Rasul berkata, “Firasat (intuisi/kata hati) seorang muslim itu cahaya dari Allah.” Kata hati itu bisa jadi petunjuk dari Allah. Masalahnya adalah, seberapa bersih dan jernih hati kita untuk bisa membahasakan petunjuk Allah yang kadang hanya berupa simbol-simbol. Ibarat air jernih yang dimasukkan ke dalam gelas. Sejernih apapun air itu, jika gelasnya kotor, tetap akan membikin si petunjuk kotor. Singkat kata, jernihkanlah hatimu biar dia sanggup membahasakan petunjuk Tuhan ke dalam bahasa yang sesuai kehendak Tuhan.

Bagaimana caranya? “Hanya dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenang.” Bersihkanlah hatimu dengan perbanyak mengingat (berzikir) kepada Allah. Bukan semata bibirmu. Bukan hanya hitung-hitungan 33 dan 100 tasbih. Jika sudah begitu, hatimu akan disyukurkan ketika bahagia, dipelukrekatkan ketika terluka. Percayalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar